Kajian Dalil Larangan Memilih Pemimpin Kafir

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin-pemimpinmu (Al-Maidah : 51)

 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang Kafir sebagai pemimpin-pemimpinmu dengan meninggalkan orang-orang Mukmin / Muslim (An-Nisa : 144)

Menurut saya, ayat-ayat di atas benar adanya. Hanya saja, pertanyaannya adalah orang Kafir seperti apa yang tidak boleh dijadikan sebagai pemimpin. Di sinilah perlunya melakukan apa yang dalam Logika Hukum disebut Rechtsvervijning (Pengkonkritan atau Penghalusan Hukum) yang merupakan salah satu metode dalam Konstruksi Hukum.

Kita tidak boleh memahami ayat secara apa adanya atau tekstual, tapi harus melakukan kontekstualisasi. Kenapa orang Kafir tidak boleh dijadikan pemimpin? Bagaimana kondisi dan situasi pada saat ayat itu diturunkan? Apakah keadaan sekarang masuk dalam kriteria tidak dibolehkannya mengangkat pemimpin Kafir seperti pada masa Rasulullah SAW. masih hidup dulu?

Saya berpendapat bahwa orang-orang Islam tidak boleh memilih pemimpin Kafir dengan catatan pemimpin tersebut membawa dampak negatif bagi agama dan umat Islam. Selama pemimpin Kafir tersebut diyakini mendatangkan keburukan atau kemudharatan bagi agama dan umat Islam, maka hukum memilihnya tidak boleh. Sebaliknya, bila keyakinan itu tidak ada maka hukumnya boleh.

Lagi pula, untuk ukuran jaman sekarang di era demokrasi, pemimpin tidak bisa tampil secara sewenang-wenang dan sesuka hatinya. Ia tidak bisa menjadi satu-satunya pengambil kebijakan. Setiap kebijakan yang diputuskan harus melalui musyawarah dengan banyak pihak dan dalam pelaksanaannya dikontrol oleh rakyat, baik melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat, media dan LSM. Adanya mekanisme kontrol inilah yang membedakan pemerintahan sekarang dengan jaman dulu.

Pemimpin sekarang tidak akan berani berbuat semena-mena, kecuali ia akan menjadi bulan-bulanan media dan didemonstrasi oleh rakyat. Karena itu, kekhawatiran dengan adanya pemimpin Kafir tidak mempunyai dasar.

Suka banget bagian tulisan ini!

as taken from http://politik.kompasiana.com/2012/07/20/pandangan-saya-sebagai-orang-islam-terhadap-ahok/  

 

 

12 responses to “Kajian Dalil Larangan Memilih Pemimpin Kafir

  1. Menarik adanya kalimat: “Apakah keadaan sekarang masuk dalam kriteria tidak dibolehkannya mengangkat pemimpin Kafir seperti pada masa Rasulullah SAW. masih hidup dulu?”

    Kalau begitu silakan buang Al-Qur’an Anda ke tong sampah krn bagi Anda itu hanya berlaku pada jaman Nabi Saja!

    • Sejatinya sih, IMHO bagi saya pemimpin itu; terlepas dari agamapun tergantung kualifikasinya. Jadi, apabila ada calon pemimpin dengan kompetensi yang lebih baik walaupun agamanya bukan islam, memang kenapa?

  2. Mengenai kepemimpinan dalam ajaran Al Quran, tidak ada yg salah dengan Al Quran surat Al Nisa ayat 144. Klo kita analisis dalam gramatika bahasa Arab (Nahwu, Shorof, Balagoh) definisi kafir (berasal dari fiil madhi ka-fa-ro) itu adalah menutupi, maka arti dari KAFARO sesungguhnya adalah orang yang tidak menunjukkan / menutupi karunia Tuhan (Allah) yang telah memberinya nikmat dengan tidak mengakui keTuhannannya, tidak mensyukuri karunia Tuhan bahkan menyalahgunakannya pada hal-hal yang buruk, dengan berbagai bentuk kezaliman (termasuk di dalamnya adalah perilaku korupsi). Hal ini berdasar pada Al Quran surat Ibrahim ayat 7. “Bila kamu semua bersyukur pasti Aku tambah nikmat bagimu semua, dan bila kamu semua kafir (wa lain-kafar-tum, kafar/kafir=ingkar nikmat/tidak bersyukur) maka sesungguhnya azabku sangat pedih”. Bukan Islam ba
    hasa Arabnya adalah “laisal Islam”. Non muslim bahasa Arabnya “ghoirul muslim”. Sama sekali tidak ada literatur bahasa Arab yang menunjukkan bahwa non muslim atau bukan Islam bahasa Arabnya adalah kafir.

    Klo kita merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, dimana kata kafir telah mengalami divergensi makna sesuai pemahaman kebanyakan orang walaupun salah kaprah. Tapi bahasa Al Quran adalah bahasa Arab. Sebaiknya kita merujuk pada sumber aslinya. Kafir dan Kufur adalah sama berasal dari fiil madhi ka-fa-ra. Kafir menunjukkan Fail (subyek yg melakukan) sedangkan kufur menunjukkan jamak (banyak orang yang melakukan perbuatan kafara). Yang perlu dipahami definisi kafir selama ini adalah definisi yg justru tidak berdasar pada Al Quran. Jadi sebenarnya Al Quran surat An Nisa ayat 144 yang mengandung perintah jangan memilih pemimpin yang kafir adalah jangan pilih pemimpin yang ingkar nikmat. Pemimpin yg menggunakan kekuasaannya bukan untuk kebaikan tapi untuk keburukan, kezaliman. Hampir semua kata-kata kafir dalam Al Quran dihubungkan dengan kenikmatan, (ketiadaan rasa syukur). Dan kafir itu bisa ditujukan juga untuk muslim itu sendiri, bila dia tidak mau bersyukur dan mengingkari nikmat Tuhannya.

    Kemudian dalam menafsirkan ayat Al Quran disamping membutuhkan kemampuan dalam gramatikal bahasa Arab (mengingat bahasa Al Quran adalah bahasa Arab dalam tingkat tinggi), juga memahami Asbanun Nuzul (konteks dan latar belakang diturunkan ayat Al Quran). Karena walaupun ayat Al Quran adalah firman Tuhan yang mempunyai sifat Mutlak (Absolut) ketika dia di ajarkan dan mencoba di aplikasikan dalam tataran manusia yg mempunya sifat Relativitas (bergantung pada yg lain) dia menggunakan bahasa manusia yg juga mempunyai sifat Relatif. Karena itu tidak pernah bisa ayat Al Quran dilepaskan dari konteks (Asbabun Nuzul).

    Bila kita memahami Asbabun Nuzul Al Quran surat Al Maidah ayat 51 bahwa jangan pilih pemimpin dari orang Nasrani atau Yahudi maka sebenarnya pada saat itu terjadi Imperialisme besar-besaran (perang/penyerangan/kezaliman) yang dilakukan oleh Kekaisaran Romawi (pada kebetulan saat itu menggunakan Nasrani sebagai agama nasional mereka) terhadap negeri-negeri di Jazirah Arab. Pada saat itu Muhammad SAW, membangun benteng yang kuat di Tabuk, bukan untuk menyerang tapi lebih untuk membela diri. Juga sebagai strategi menghadapi politik pecah belah (devide et impera) yg dilakukan orang-orang yg kebetulan beragama Yahudi untuk mengadu orang Islam dan orang Nasrani. Abdullah bin Ubay bin Salul salah seorang dari Bani Auf yang Yahudi berkhianat dan bersekutu dengan Bani Qainuqa dibawah imperialisme Kekaisaran Romawi untuk menyerang umat muslim di Jazirah Arab.

    Lebih jauh kata waliy dalam Al Quran bila kita teliti dari asbabun nuzul, maka yang benar adalah sekutu dan bukan patron atau pelindung, apalagi pemimpin. Saya berasumsi kalau Departemen Agama menerjemahkan sebagai pemimpin adalah karena merasa tidak enak hati kalau di terjemahkan sebagai sekutu. Mungkin dianggap akan membahayakan persatuan. Faktanya banyak muslim bekerja di perusahaan yang dipimpin orang Nasrani the Yahudi. Tetapi kalau artinya adalah menjadi teman yang pada akhirnya berkhinat, saya kira ayat ini tidak masalah untuk memakai terjemahan yang benar. Siapapun yang nantinya akan berkhianat tidak mungkin bisa dijadikan sekutu, walaupun itu muslim itu sendiri.

    Kalau kita menoleh sedikit ke belakang, melihat sejarah perkembangan Islam. Umat Islam berkembang, diakui ataupun tidak, itu karena adanya pemimpin non muslim yang melaksanakan prinsip-prinsip Islam perihal muamalah. Misalnya, seperti hijrah pertama, saat kaum muslim mengalami tekanan dan kekejaman oleh kalangan musyrikin, lalu ada sekitar 14 orang hijrah ke Habsyah. Raja Habsyah yang non muslim, Najasyi, tetapi dia melaksanakan prinsip-prinsip Islam sebagai seorang pemimpin, diantaranya adil dan amanah, menerima Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya dengan tangan terbuka. Dengan terbukanya raja Najasyi yang non muslim ini, termasuk bagian dari tonggak perkembangan Islam selanjutnya. Ini satu dari banyaknya sejarah Islam perkembangan Islam yang didukung oleh pemimpin-pemimpin non Islam. Sejarah berabad-abad lamanya telah mengajarkan pada kita bahwa pertumpahan darah akan terus menerus terjadi, lebih karena kepentingan, politik dan ego masing-masing. Bila kita berpikir jernih semua ini bukan masalah agama. Sebelum turunnya agama, pertumpahan darah terus menerus terjadi. Karena agama apapun itu bisa ditafsirkan sesuai ego kita masing-masing, radikal, moderat atau liberal. Yang berbuat jahat lebih karena tidak menjalankan agama sesungguhnya dengan baik. Bukan masalah agamanya, tapi masalah orangnya. Seringkali lembaga-lembaga agama dalam suatu Negara dijadikan instrument politik untuk ego, kepentingan dan keserakahan duniawi. seperti dalam sejarah Kekuasaan Gereja di Eropa, dan kezhaliman penguasa-pengusa Muslim dinasti Umayyah, politik zionisme internasional dsb.

    Mari kita saling menghormati, lebih fokus bagaimana berlomba-lomba dalam kebaikan. Meningkatkan kinerja, integritas dan kapabilitas. Pada akhirnya, secara sosiologis orang-orang yang punya kinerja, integritas dan kapabilitas baguslah yang akan tampil di permukaan. Nabi Besar Muhammad SAW pernah bersabda bahwa segala sesuatu kalau dipegang oleh orang yang bukan ahlinya (tidak punya integritas dan kapabilitas) cepat atau lambat akan hancur. (HR Bukhari dalam Fathul Bari’ hadits no. 59 dan 6496).

    • Terimakasih banyak atas komen yang sangat mengedukasi lho Pak. Saya setuju sekali! Apapun keyakinannya, yang penting perdamaian dunia terjadi walaupun mungkin sekarang hanya sekedar angan 🙂

  3. kamu pikir muslim bisa jadi pemimpin di negara2 mayoritas non muslim? maukah kaum non muslim itu kalau muslim jadi PM di Thailand, India, presiden Filipina, AS, kanselir Jerman, PM Perancis, Italia, Spanyol, dsb? hahahahahahaha komentar yg asbun.

    • saya pribadi tidak mempermasalahkan apakah mereka mau menerima siapa menjadi siapa, tetapi dalam konteks tulisan saya adalah, pendapat saya, pemimpin itu dilihat dari kapabilitasnya sehingga bagi saya, apapun kepercayaan yang calon pemimpin itu anut tidak berpengaruh sama sekali terhadap prioritas pilihan saya KALAU memang dia lebih memiliki kompetensi daripada calon yang lain 🙂

  4. Al-Qur’an itu kata-kata dari Allah subhannahu waa ta’ala, jadi siapapun yang menghina Al-Qur’an berarti org tsb kafir. jika pemimpin kafir dengan kualitasnya yang bagus tetep aja kafir, org kafir pasti mempunyai misi terselubung yang bakal menghancurkan umat Islam. pemimpin kafir yang menjadi pemimpin negara mayoritas muslim sungguh ironis. sy sudah yakin jika jokowi naik jadi presiden maka ahok akan menjadi gubernur DKI, perlahan tapi pasti sehingga nantinya semua pemimpin daerah dan kota di Indonesia akan dipimpin oleh orang kafir. suatu saat prediksi sy akan benar2 terjadi.

    • Semua orang punya pendapat masing-masing, tapi bagi saya terlalu naif jika kehancuran suatu bangsa hanya ditentukan oleh keyakinan pemimpinnya. Terimakasih atas komentar anda 🙂

  5. Dengerin khotbah jumat sama kayak diatas,sekarang banyak ustad bukan lulusan pesantren.. Jadi nahwu sorofnya kurang hanya diartikan menurut kamus besar bahasa indonesia

  6. Salut mbak Olga. Saya berharap semakin banyak umat muslim yang membuka hati untuk mau membaca teks Al-Quran dengan konteksnya sehingga Al-Quran justru bisa merangkul siapa saja yang berkehendak baik untuk membangun dunia yang layak dihuni bagi manusia yang beradab.

Leave a reply to anakparadekitabkuning Cancel reply